يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (البقرة
(Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al
Baqarah: 183).
Ayat ini menggambarkan urgensi ibadah puasa di bulan Ramadhan. Kata kutiba
menunjukkan makna bahwa ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah wajib.
Wajib karena itu kebutuhan fitrah manusia. Allah swt. yang meciptakan
manusia , Dialah yang lebih tahu hakikat fitrah ini. Dan Dialah yang
lebih tahu rahasia diwajibkannya puasa. Karena itu tidak ada pilihan
lain bagi manusia kecuali harus berpuasa. Karena itu pula Allah
berfirman: kamaa kutiba ‘alalladziina min qablikum. Artinya bahwa manusia terdahulu juga diwajibkan berpuasa.
Sudah
pasti bahwa Allah swt. tidak mungkin mensyari’atkan sesuatu yang tidak
ada gunanya. Sebab Allah swt. Maha Bijak, Allah berfirman: alaisallahu bi ahkamil haakimiin.
Sudah pasti bahwa semua ibadah yang Allah swt. ajarkan jika benar-benar
dilaksanakan oleh manusia, akan membawa manfaat yang agung bagi manusia
itu sendiri. Dalam berbagai peristiwa sejarah di zaman Rasulullah saw.
kita selalu membaca bahwa kemenangan demi kemenangan justru terjadi di
saat-saat umat sedang berpuasa di bulan Ramadhan. Ada apa dengan
Ramadhan? Inilah alasan mengapa tulisan ini secara khusus akan
mengungkap rahasia kemenangan dan hubungannya dengan Ramadhan.
Setidaknya ada tujuh spirit kemenangan Ramadhan yang bisa diangkat dalam
tulisan ini:
Pertama, Kemenangan Atas Nafsu
Dalam kata ashiyam pada ayat di atas terkandung makna alhabsu
artinya menahan. Seorang yang berpuasa pasti sedang menahan nafsu
dengan segala dimensinya. Bukan hanya nafsu makan dan minum, melainkan
juga nafsu hubungan seks dan nafsu memandang yang haram. Perhatikan diri
anda ketika sedang berpuasa. Apa yang anda tahan? Bukankah anda sedang
menahan diri dari yang halal? Makan dan minum itu halal bagi anda.
Berhubungan seks dengan istri anda itu juga halal. Tetapi anda tahan.
Dan anda mampu menahannya. Apa makna semua ini? Di sini nampak bahwa
anda sedang bertarung dengan nafsu anda. Anda sedang berusaha
mengendalikannya. Sekalipun nafsu itu meronta-ronta memanggil anda untuk
makan di siang hari yang panas, anda tetap mengendalikannya sampai tiba
adzan maghrib. Bila ternyata anda mampu melakukan ini, sungguh tidak
ada alasan bagi anda untuk terjatuh kepada yang haram, hanya karena
godaan nafsu.
Tapi sayangnya banyak orang yang hanya menjadikan
puasa sekedar ritual yang mati. Mati karena hakikat puasa yang
sebenarnya untuk menahan nafsu, ternyata itu hanya dilakukan di bulan
Ramadhan saja. Begitu habis Ramadhan, tidak sedikit dari mereka yang
tadinya berpuasa kembali merasa bebas untuk berbuat dosa. Akibatnya
puasa Ramadhan tidak membawa makna apa-apa bagi hidupnya. Ibarat seorang
yang makan, begitu makanan di telan setelah itu dimuntahkan lagi. Tentu
cara hidup berIslam seperti ini tidak akan memberi buah sama sekali
bagi kehidupan ruhaninya. Karena itulah makna puasa yang seharusnya
menjadi titik tolak kemenangan atas hawa nafsu, itu harus tetap
dipertahankan sepanjang hayat, sebab hanya demikian hakikat ritual akan
menjadi seperti air yang disiramkan terhadap sebuah pohon. Maka pohon
itu akan menjadi tumbuh subur, akarnya menghunjam ke bumi dan tangkainya
menjulang ke langit. Setiap orang yang berteduh dibawahnya tidak hanya
akan merasa sejuk melainkan juga akan merasa aman dengan rindangnya.
Kedua, Kemenangan Atas Setan
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa ketika tiba Ramdhan, syetan-syetan diikat. Nabi saw. bersabda: “Bila Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup, sementara syetan-syetan diikat.”
(HR. Bukhari-Muslim). Ini menunjukkan bahwa iman umat Islam di bulan
Ramadhan harus meningkat. Karena itu kita selalu menemukan suasana yang
berbeda di bulan Ramadhan. Orang yang tadinya malas shalat berjemaah di
masjid, selama Ramadhan ia rajin ke masjid. Orang yang tadinya tidak
pernah membaca Al Qur’an, selama Ramadhan selalu membacanya. Orang yang
tadinya kikir bersedekah, selama Ramadhan menjadi dermawan. Orang yang
tadinya tidak pernah bangun waktu fajar, selama Ramadhan selalu bangun
fajar dan shalat subuh berjemaah di masjid. Orang yang tadinya tidak
pernah shalat malam, selama Ramadhan rajib shalat malam. Orang yang
tadinya mempertontonkan aurtanya, selama Ramadhan menjadi wanita anggun
di balik jilbab yang indah.
Suasana seperti ini menggambarkan
betapa Ramadhan benar-benar membawa keberkahan bagi umat Islam. Terasa
bahwa syetan benar-benar diikat. Syetan tidak bisa bergerak secera
leluasa. Mengapa? (a) Nabi saw.: wash shawmu junnatun (puasa adalah penangkal dari dosa dan api neraka). Lalu nabi melanjutkan : “Maka
ketika kalian berpuasa hendaklah jangan berkata kotor dan tidak
mengumpat. Bila ada orang mencaci katakan kepadanya: maaf aku sedang
berpuasa…” (HR. Bukhari-Muslim) (b) Karena nafsu selama bulan puasa
dikendalikan. Begitu nafsu terkendali syetan tidak punya jaringan untuk
bergerak. Begitu jaringanya menjadi sempit, amal-amal shaleh meningkat
di mana-mana. Begitu amal shaleh meningkat otomatis iman akan naik.
Sayangnya pemandangan ini hanya berlangsung sekejap. Selama bulan
Ramadhan saja. Setelah itu kehidupan yang penuh kemenangan kembali
lenyap dalam gelora nafsu. Dosa-dosa kembali dilakukan di mana-mana
tanpa merasa takut sedikit pun. Jika memang demikian, benarkah
kemenangan atas syetan selama Ramadhan adalah kemenangan sejati? Sampai
kapan umat ini akan terus berpura-pura kepada Allah swt., menjadi hanya
seorang muslim yang baik di bulan Ramadhan saja?
Ketiga, Pahala Dilipatgandakan
Dalam sebuah hadist Rasulullah saw. bersabda: “Setiap
amal anak Adam -selama Ramadhan- dilipatgandakan menjadi sepuluh kali
lipat, bahkan sampai tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa, Allah
berfirman: Puasa itu untuk-Ku, dan Aku langsung yang akan memberikan
pahala untuknya.” (HR. Muslim). Maksudnya bahwa pahala puasa bukan
hanya dilipatgandakan melainkan lebih dari itu, Allah swt berjanji akan
memberikan pahala tanpa batas. Bayangkan berapa pahala yang akan didapat
seseorang sepanjang hari berpuasa, bersedekah, menegakkan amal-amal
wajib lalu dilanjutkan dengan amal-amal sunnah. Di mana semua itu
dilipatgandakan tujuh ratus kali lipat.
Bagaimana jika seorang
muslim membaca Al Qur’an dalam sehari lebih dari satu juz. Rasulullah
saw. menerangkan bahwa pahala membaca Al Qur’an hitungannya perhuruf.
Setiap huruf satu kebaikan, dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat
sampai tujuh ratus kali lipat. Itulah rahasia, mengapa para ulama
terdahulu begitu masuk Ramadhan mereka belomba-lomba mengkhatamkan Al
Qur’an tanpa batas. Ada yang mengkhatamkan sehari sekali. Ada yang
sehari dua kali. Yang selalu saya baca dalam manaqib Imam Syafi’ie
adalah bahwa ia selalu mengkhatamkan Al Qur’an selama Ramadhan 60 kali
khatam. Apa yang menarik di sini bukan logis atau tidaknya, melainkan
kesungguhan mereka dalam mengkhatamkan Al Qur’an. Itulah spirit yang
harus kita ambil. Bahwa akan menilai amal shaleh kita dari segi
kwantitas melainkan dari usaha maksimal yang kita lakukan. Inilah makna
ayat: “Fattaqullaha mas tatha’tum (maka bertaqwalah kepada Allah semaksimal kemapuanmu)” (QS. At Taghabun:16)
Keempat, Dosa-Dosa Diampuni
Minimal ada tiga ibadah dalam Ramadhan yang secara tegas Rasulullah saw. mengkaitkan dengan ampunan dosa-dosa terdahulu: Pertama, ibadah puasa. Nabi saw. bersabda: “Man
shaama Ramadhaan iimaanan wah tisaaban ghufira lahu maa taqaddama min
dzambihi. (Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan kesadaran iman dan penuh
harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim). Kedua, ibadah shalat malam (baca: tarawih). Nabi saw. bersabda: “Man
qaama Ramadhana iimaanan wah tisaaban ghufira lahu maa taqaddama min
dzambihi. (Siapa yang menegakkan shalat malam Ramadhan dengan kesadaran
iman dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni semua dosa-dosa yang
lalu.” (HR. Bukhari-Muslim). Ketiga, Ibadah shalat malam lailatul qadr. Nabi saw. bersabda: “Man
qaama lailatal qadri iimaanan wah tisaaban ghufira lahu maa taqaddama
min dzambihi. (Siapa yang menegakkan shalat malam pada malam lailatul
qadr dengan kesadaran iman dan penuh harapan ridha Allah, akan diampuni
semua dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Perhatikan
ketiga hadits di atas, betapa ibadah Ramadhan yang akan menjadi penyebab
ampunan dosa bukan hanya puasa, melainkan ada juga ibadah shalat malam
sepanjang Ramadhan termasuk pada malam lailatul qadr. Tetapi
sayangnya banyak orang Islam hanya mengambil puasanya saja, sementara
ibadah-ibadah lain yang tidak kalah pentingnya dengan puasa diabaikan.
Akibatnya tujuan Ramadhan yang sebenarnya merupakan bulan ampunan dosa,
tidak tercapai secara maksimal. Banyak orang beralasan sibuk mencari
nafkah dan lain sebaginya, sehingga tidak sempat memaksimalkan semuanya
itu. Perhatikan Rasulullah saw. sekalipun hari-harinya sibuk berdakwah,
pada bulan Ramadhan masih menambah lagi amal-amal ibadah yang melebihi
hari-hari biasanya. Apakah cukup dengan hanya beralasan bahwa mencari
nafkah juga ibadah, lalu mengabaikan membaca Al Qur’an, shalat malam dan
lain sebagainya?
Kelima, Doa-doa Dikabulkan
Seorang
yang sedang berpuasa doanya mustajab. Sebab ia sedang dalam kondisi
menahan nafsu. Syetan-syetan tidak mendekatinya. Karenanya ia lebih
dekat kepada Allah swt. Ketika ia dalam kondisi sangat dekat kepada
Allahswt., maka doanya akan mudah diterima. Karena itu Nabi saw.
menganjurkan agar orang-orang yang sadang berpuasa banyak-banyak berdoa.
Para ulama mengatakan: Disunnahkan bagi orang yang sedang berpuasa
selalu mengucapkan dzikir, memanjatkan doa, sepanjang hari selama
berpuasa. Sebab puasa membuat pelakunya semakin dekat kepada Allah swt.
Orang-orang yang dekat kepada Allah swt. doanya mustajab.
Berdzikir
dan berdoa selama puasa memang sangat dianjurkan sepanjang hari. Tetapi
berdzikir dan berdoa pada saat menjelang buka puasa sangat ditekankan
dan diutamakan. Nabi saw. bersabda: “Orang yang berpuasa doanya tidak ditolak, terutama menjelang berbuka.” (HR. Ibn Majah, sanad hadits ini sahih). Ibn Umar ra. meriwayatkan bahwa Nabi saw. menjelang buka puasa selalu berdoa: “Dzahabazh
zhomau wabtallatil ‘uruuq watsabatil ajru insyaa allahu ta’aalaa.
(Dahaga telah pergi, kerongkongan telah basah, semoga Allah memberikan
pahala). Abdullah bin Amru ra. selalu membaca doa berikut ini sebelum buka puasa: “Allahumma
as’aluka birohmatikallati wasi’at kulla syai’ antaghfira lii dzunuubii.
(Ya Allah aku mohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang mencakup segala
sesuatu, agar Kau ampuni aku.”
Imam At Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda: “Tiga
orang yang doanya tidak pernah ditolak: Pemimpin yang adil, seorang
yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, orang yang dizholimi.”
Jelasnya bahwa selama puasa Ramadhan iman hamba-hamba Allah swt. sedang
naik, mereka selalu bangun malam menegakkan shalat, mereka selalu
membaca Al Qur’an, mereka selalu bersedekah, mereka jauh dari dosa-dosa,
mereka bertobat minta ampunan kepada Allah swt. dan sebagianya. Semua
itu merupakan suasana yang dukung-dukung membuat turunnya keberkahan
dari Allah swt. Semakin banyak keberkahan yang turun semakin mudah doa
yang kita panjatkan dikabulkan oleh Allah swt.
Keenam, Raih Lailatul Qadr
Dalam surah Al Qadr: 3-5 Allah swt. menerangkan keagungan malam lailatul qadr: “Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” Inilah malam yang sangat Allah swt. agungkan. Pada malam lailatul qadr ini Allah swt. pernah menurunkan Al Qur’an. Bukan hanya itu, setiap malam lailatul qadr
Allah memberikan kesempatan kepada hamba-hamba-Nya untuk menutupi
kekurangan masa lalunya dengan beribadah menegakkan shalat, berdzikir
dan membaca Al Qur’an. Bayangkan pahalanya khsusus dan luar biasa. Tidak
bisa dibandingkan dengan pahala beribadah selama 1000 bulan. Kata khirun pada ayat di atas menunjukkan makna lebih baik, bukan sama. Perhatikan betapa keutamaan ibadah pada malam lailatul qadr hendaklah diraih dengan sungguh-sungguh.
Perhataikan kata khairun min alfi shahrin
(lebih baik dari seribu bulan). Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, pernah
melakukan hitung-hitungan tentang hakikat seribu bulan itu. Beliau
mengatakan: 1000 bulan = 84 tahun 3 bulan. Saya mencoba merenungkan
hakikat ini. Saya menemukan betapa angka tersebut menggambarkan usia
terpanjang rata-rata manusia. Artinya, bila kita pikir-pikir ayat
tersebut, kita akan segera mengambil kesimpulan bahwa beribadah pada
malam lailatul qadr masih lebih hebat pahalanya dibanding
dengan pahala ibadah sepanjang hidup. Tetapi maksudnya di sini bukan
lantas mencukup dengan ibadah pada malam lailatul qadr kalau
setelah itu tidak beribadah sepanjang hayat? Ini salah. Itu maksudnya
adalah (a) bahwa kita secara normal menyadari bahwa masih banyak ibadah
yang kurang maksimal, atau bahkan sangat kurang. Perlu adanya back up
pahala, untuk menutupi kekurangan-kekurangan itu. (b) Kita seharusnya
-selama hidup- selalu beribadah kepada Allah swt. untuk menutupi
nikmat-nikmat-Nya yang tidak pernah putus. Tetapi karena kesibukan yang
demikian banyak, serta kelemahan iman yang kita punya, tentu banyak
kondisi yang tidak bisa dipenuhi. Allah swt. yang Maha Pengasih
memberikan peluang agar kita bisa mengimbangi nikmat-nikmat tersebut.
Karenanya dibukalah malam lailatul qadr.
Rasulullah saw. memberikan tuntunan agar lailatul qadr
itu diburu pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Terutama malam-malam
ganjil: 21, 23, 25, 27, 29. Banyak para sahabat dan para ulama yang
menekankan secara khusus malam tangga 27 Ramadhan. Tetapi demikian,
mereka menganjurkan agar tidak mencukupkan hanya dengan malam tanggal 27
saja. Sebab tidak mustahil malam lailatul qadr itu akan
terjadi pada malam-malam lainnya. Karena itu handaknya seorang hamba
Allah swt. selalu bangun setiap malam. Karena tidak ada yang tahu pasti
kapan dan tanggal berapa sebenarnya lailatul qadr itu terjadi.
Karena itu sebagian sahabat mengatakan: Siapa yang yang bangun
menegakkan shalat setiap malam sepanjang tahun ia pasti dapat
keistimewaan lailatul qadr.
Sebenarnya lailatul qadr
ini adalah suatu kesempatan yang sangta istimewa dan sangat mahal.
Seharusnya setiap orang yang beriman bersungguh-sungguh untuk meraihnya.
Seharusnya mereka sejak dini sudah bersiap-siap dengan segala daya
upaya untuk mendapatkannya. Seperti mereka berdaya upaya untuk meraih
medali dalam sebuah olimpiade. Seharusnya mereka menyesal seumur
hidupnya ketika tidak terlibat dalam perlombaan ini. Padahal Allah swt.
telah berfirman: “Fastabiqul khairaat (berlomba-lombalah kalian dalam
kebaikan.” (QS. Al Baqarah:148). Tetapi sayangnya banyak orang beriman
tidak tertarik dengan perlombaan. Bahkan banyak dari mereka yang cuek
dan tidak terpanggil untuk mempersiapkan diri supaya mendapatkannya. Pun
tidak sedikit yang tidak menyesal karena tidak kebagian keberkahannya.
Apakah mereka telah merasa kebanyakan pahala, sehingga merasa cukup
dengan pahala amal yang selama ini mereka kerjakan? Coba pikirkan
seberapa persenkah pahala yang kita dapatkan dibanding dengan pahala
para sahabat Nabi saw.? Nabi saw. bersabda: “Janganlah kau mengejek
sahabat-sahabatku, demi Allah seandainya kau infakkan emas sebasar
gunung Uhud, pahala yang kau dapatkan itu tidak akan mencapai segenggam
atau separuhnya dari pahala yang mereka dapatkan.” Perhatikan sedemikian agungnya pahala para sahabat itu, itu pun mereka masih berlomba-lomba meraih malam lailatul qadr.
Ketujuh, Kejar Level Taqwa
Ayat tentang puasa di atas, ditutup dengan la’allakum tattaquun
(agar kamu bertaqwa). Artinya bahwa tujuan utama puasa Ramadhan adalah
untuk membangun kesadaran taqwa dalam pribadi seorang muslim. Taqwa
seperti yang dikatakan Ubay bin Ka’ab ra. kepada Umar bin Khaththab
adalah: “Bahwa orang yang betaqwa itu seperti orang berjalan di tempat yang banyak durinya. Kanan-kiri, bawah-atas ada duri.”
Bayangkan apa yang dia lakukan? Tentu ia sangat berhat-hati, jangan
sampai duri itu menggores tubuhnya. Begitu juga taqwa. Anda berhati-hati
dari pandangan yang haram seperti anda berhati-hati dari duri, itu
taqwa. Anda berhat-hati dari harta haram, jangan sampai barang itu masuk
ke perut anda, atau ke perut istri dan anak anda, seperti anda
berhati-hati dari duri, itu takwa. Anda berhati-hati dari dosa-dosa
kecil apalagi besar seperti anda berhat-hati dari duri, itu taqwa.
Perhatikan
betapa taqwa merupakan totalitas kehati-hatian seorang hamba dalam
menjalankan ketaatan kepada Allah swt., jangan sampai sedikit pun dari
apa yang dia lakukan dimurkai Allah swt. Itulah rahasia mengapa Allah
swt. mengikat pada ayat di atas antara puasa (ash shiyam) dengan taqwa.
Sebab ketika seseorang berpuasa dia telah mengendalikan nafsunya. Dan
hanya dengan mengendalikan nafsu, seseorang secara bertahap akan naik ke
level taqwa. Karena itu dalam Al Qur’an masalah taqwa merupakan tema
sentral. Katika Allah swt. menceritakan pedihnya siksaan neraka itu
sebenarnya supaya orang bertaqwa. Allah berfirman: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6). Begitu juga ketika Allah swt.
menceritakan keindahanya surga dan kelezatan makanan dan minuman di
dalamnya, itu tidak lain supaya manusia bertaqwa.
Lebih dari itu,
banyak ayat dalam Al Qur’an yang menekankan pentingnya bersikap taqwa:
(a) Di pembukaan surah Al Baqarah, Allah swt. langsung menceritakan
sifat-sifat orang yang bertaqwa. (b) Dalam surah Ali Imran:133, Allah
swt. menegaskan bahwa surga dipersipakan untuk mereka yang bertaqwa: “Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa.” (c) Dalam surah Al Hujuraat: 3, Allah swt. menunjukkan
bahwa paling mulainya manusia adalah orang-orang yang paling bertaqwa.
(d) Dalam surah Al Qashash:83, Allah swt. menerangkan bahwa kemenangan
itu hanya milik orang-orang yang betaqwa: “Negeri akhirat itu, Kami
jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah
bagi orang-orang yang bertakwa.” Dalam surah Al Qalam:34, lagi-lagi Allah menceritakan indahnya surga yang dipersipakan untuk mereka yang bertaqwa: “Sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) surga-surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya.”
Penutup
Jelasnya,
Ramadhan adalah nikmat agung, sekaligus tamu agung yang datang setahun
sekali. Di dalamnya banyak kesempatan bagi orang-orang beriman untuk
meningkatkan iman dan mencucikan dosa-dosa dengan memohon ampun kepada
Allah swt. tidak hanya puasa, banyak ibadah Ramadhan yang diajarkan
Allah swt. dan Rasul-Nya yang tidak kalah pentingnya dengan ibadah
puasa. Seperti ibadah shalat malam, i’tikaf, banyak bersedekah,
mengkhatamkan Al Qur’an dan lain sebagainya. Siapa yang
bersungguh-sungguh melaksanakan semua itu, kemenangan pasti akan dia
capai. Sebaliknya siapa yang mengabaikan semua itu, dia sendiri yang
rugi. Ingat bahwa tidak ada yang bisa menjamin bahwa seseorang bisa
hidup sampai ke Ramadhan tahun depan. Karena itu, ketika ternyata kita
diberi kesempatan memasuki Ramadhan tahun ini, janganlah sekali-kali
disia-siakan. Segeralah bergegas untuk beramal. Segeralah
bersungguh-sungguh untuk menggunakan kesempatan ini secara maksimal.
Semoga Allah swt. menerima amal kita semua. Amiin. Wallahu a’lam bishshawab.
Tentang DR. Amir Faishol Fath
Lahir di Madura,15 Februari 1967. Setelah tamat Pondok Pesantren Al Amien, belajar di International Islamic University Islamabad IIUI
Lahir di Madura,15 Februari 1967. Setelah tamat Pondok Pesantren Al Amien, belajar di International Islamic University Islamabad IIUI
0 komentar :
Posting Komentar